Skip navigation

Kalau saya lihat dari profilenya, pemuda sang empunya tulisan ini umurnya masih 19 tahun , tapi dia menulis sesuatu yang cukup memercikkan semangat saya terhadap dunia pendidikan di Endonesa kita tercinta ini…

Bagaimana tidak…?
Pemuda ini dengan lantangnya mengatakan ketidaksetujuan maupun kekhawatirannya melihat para mahasiswa yang seolah sudah berubah status menjadi “demonstran ulung”. Saya jadi kepingin memberikan pujian atas kelantangan pemuda ini dulu . Buat saya pribadi, kelantangannya dalam menulis ini adalah cerminan suatu sikap ideal yang rasanya sudah semakin mahal harganya di kalangan mahasiswa. Di masa sekarang ini boro-boro saya lihat mahasiswa punya idealisme , mungkin berani bersikap untuk berdiri di atas kaki sendiri saja rasanya sudah kelimpungan sendiri seperti berada di kemacetan jalanan dan dihimpit segerombolan motor, alias takut disenggol sana sini . *menghela nafas* menilik tulisan saya sebelumnya, andai kata Pater Drost masih ada, beliau pasti sangat sedih melihat keadaan ini….

Soal demonstrasi …Huff…Terus terang semakin hari saya semakin gerah saja melihat mahasiswa demonstrasi di mana-mana. Sepertinya mahasiswa selalu komplain terhadap pemerintah, padahal kebanyakan dari mereka kalo ditanya alasannya berdemonstrasi paling cuma menjawab “ya partisipasi dong …” atau ” ya emang pemerintahan ga becus, kita kan harus bertindak” de el el.
Weleh weleh weleh… gayanya… macam mereka bisa ngatur negara dengan satu jentikan jari tangan aja…

Sejatinya, ‘acara’ tuntut-menuntut (demonstrasi) yang dilatarbelakangi dengan kesungguhan pemikiran & kecerdasan hati , kesadaran diri, PLUS tidak mengandung unsur ‘dalangisme’ (halah, mulei sok bikin-bikin istilah =p) pasti tidak akan menyebabkan kerusuhan toh….=)

Berbicara mengenai latar belakang yang seyogyanya bernuansakan kesungguhan pemikiran & kecerdasan hati ,
Beberapa tahun yang lalu seorang kerabat pernah mengakui bahwa dia pernah menerima uang untuk melakukan demonstrasi yang berawal dari suatu pertemuan penyusunan “skenario” demonstrasi a.k.a kerusuhan antara sebuah organisasi kemahasiswaan di salah satu universitas terkenal dengan salah satu petinggi politik. Dianya sih hanya mendapat 150ribu, sementara 12 mahasiswa yang hadir di pertemuan itu diperkirakan menerima sejumlah uang yang satuannya mencapai jutaan… (Lumayan juga ya untuk memberikan subsidi buku anak-anak SD)

Saya tidak bangga menceritakan punya kerabat yang mau mengambil kesempatan tak bernilai itu, saya pun tidak menjamin cerita itu benar 100%.
Saya hanya berpikir hal seperti itu sangat mungkin terjadi, dan apabila benar adanya, hal ini sungguh memprihatinkan…

Maka pantaslah apabila ada seseorang berkata dengan lantang “Mahasiswa Indonesia! Kalian bukan MESIN!”

16 Comments

  1. “..Mereka yang niatnya demonstrasi dengan motif murni & di latar belakangi oleh kesadaran diri sebagai komunitas terpelajar, tidak akan bertingkah ‘kebangetan’seperti yang diliat thamrin..”Ho’oh. Sepakat sama elo. Trus yang waktu demo tarki waktu itu? menurut elo gimana jeng? -.-“

  2. demo terus kapan belajarnya..

  3. wah… makasih udah nulis ulang. Btw tulisannya tambah tajam. Aku sih gak tahu apa-apa mengenai detil-detil demo. Tp aku ngerasain beda aja antara demo dilatarbelakangi perasaan dengan demo dilatarbelakangi “uang”. Tp kita gak usah pesimis. Suatu saat (kapan yah?) pasti mereka sadar jika kita (lo aja kali, gue enggak. hehehe -canda) sadarkan. hehehehe

  4. berbicar demo memang susah..disisi lain banyak orang yang menutut perubahan disisi satunya ada yang mengambil keutungan dari kejadia tersebut..jadi pilah2 saja demo mana yang harus diikuti..saya pribadi belum pernah ikut demo, selama saya aktif di BEM UGM dulu hanya sebatas briefing tapi hari H nya saya ga pernah ikut, kekekeke 😀

  5. Kepercayaan secara keliru given Idaman disintegrates Kekosongan di dalamBarangkali kami mengharapkan terlalu banyak

  6. alo non..sibuk apa sekarang? hehehehe

  7. @Santi: demo tarki? itu demo kan gue ga pernah gue datengin tet, sampe setelah demo pun gue juga jarang dateng ke tu kampus toh??…=p@Ojat: Bener@New TEchno: iya…(btw nama kamu bener thamrin kan?)@Febra: pilih & tentukan sikap. betul itu =)@ Semaj : aku iki boten ngertos sampeyan ngomong opo…Bosone kok rodo nglantur…tapi apapun maksud sampeyan aku yo tetep nghargain…maturnuwun ‘mpun mbalesi tulisanku mas semaj@Febra lagi: Kebetulan lagi sibuk nyiapin pentas nih mas…*menghela nafas*

  8. bagi saya (krn dulu juga sering demo) demonstrasi adalah simbol perlawanan. Apapun latar belakangnya. Dan saya tak mencemaskan mereka. Karena apapun alasan mereka (hatta kalaupun mereka demonstran bayaran) saya sungguh salut.yang justru perlu dicemaskan dan dikhawatirkan adalah mereka, mahasiswa, yang ruang hidupnya hanya kuliah-kantin-kamar.Idealisme itu dibangun dengan benturan dan kegelisahan. Bukan dengan mengamati dan menjadi penonton dipinggir lapangan. Tak akan ada kemenangan bagi penonton karena sesungguhnya kemenangan hanya bagi pemain di lapangan. Idealisme bukan hanya kata-kata atau perdebatan yang diseminarkan dan juga bukan tulisan yang hanya dicetak tebal dan kita ikat kan dijidat. Idealisme adalah langkah nyata dengan menyatakan: katakan hitam adalah hitam, katakan putih adalah putih….Jika kau meragukan teriakan demonstran2 itu. Maka kelak, 5 ato 10 tahun yang akan datang, justru bersiaplah akan adanya perubahan menuju kebaikan yang lahir dari sebagian demonstran yang kamu ragukan saat ini. Karena sesungguhnya kemenangan itu bagi yang memperjuangkan dan kemenangan itu bukan harus terjadi saat itu juga. Bukankah bangsa ini digagas oleh pemuda-pemudanya 100 tahun lalu dalam momen yang kita peringati sebagai hari kebangkitan nasional. Tahun 1908 mereka berikrar dan 1945 baru lahirlah negeri ini secara de jure. Butuh jangka waktu untuk merealisasikan mimpi-mimpi.Jangan pernah bermimpi bahwa peradaban itu akan terbangun secara instan dalam waktu seketika. tabiat sejarah telah membuktikan bahwa pembangunan peradaban itu lintas generasi. Itulah mengapa manusia diwajibkan untuk menikah. Agar terbentuk generasi yang lebih baik. dan generasi itu akan melanjutkan cita-cita peradaban.ah..sudahlah…nanti seperti bukan komentar namanya..(malah seperti postingan)

  9. @ Mas Agus Cuprit: wahh akhirnya wakil rakyat dateng lagi setelah menghilang dari peredaran…huehuheuhehbegini mas…yg bikin saya gerah itu perilaku para pelaku demonstrasi yg semakin hari sudah seperti preman aja…apalagi kalau tuntutan mereka adalah hal-hal yang memang tidak dapat dilaksanakan dalam sekejab… seperti mereka tidak pernah merasakan jadi pemimpin saja…(setidaknya pemimpin bagi dirinya sendiri deh, urus saja dulu hati dan akal masing-masing)saya rasa tetap harus ada kekritisan menanggapi tingkah-tingkah demonstran yang sudah mengarah kerusuhan…(apalagi mereka kaum intelektual)saya lebih setuju kalo kita do our best aja di kehidupan kita masing2. Soal partisipasi demo, yah..pilih2lah…kaya yang Febra bilang…p.s Kalo menurut saya, menuntut orang lain boleh, tapi kita juga harus berani nuntut diri kita sendiri untuk berbuat lebih baik kan?coba kita lihat berapa pengangguran lulusan S1 di negara ini?…OK??? ^Pissss^ *nyengir kuda*

  10. hmmm… mmg smpe hari gini mahasiswa msh juga suka demo ya say? baru tau akuuuu………eh! btw, suka puppy juga yaa? ;p

  11. pantesan… dicariin kemana2 taunya lagi demo… ^_^pasang shoutbox donk…

  12. @ajeng:Perlu dicermati: ada sebuah hadits yang menyatakan, “pemimpin itu seperti apa yang dipimpin”. Maka jika yang dilihat ajeng adalah orang-orang anarkis, sesungguhnya demikianlah gambaran pemimpin kita saat ini. Seandainya pemimpin memperhatikan secara serius rakyat, maka tak akan ada anarkisme. Bukankah sekian banyak masalah yang terjadi di negeri ini karena pemerintahan yang salah urus rakyatnya? Lihatlah ada orang mati kelaparan, ibu mencuri susu demi bayi, kurang gizi dan macam kasus lainnya. Ironi, bukan?Inilah efek domino dari kumulatif derita rakyat yang terpendam dalam hati. Bom waktu yang meledak tiba-tiba.Ada sejarah yang luar biasa pernah berlaku di muka bumi ini. Namanya Umar bin Abdul Azis, seorang pemimpin pada masa lalu. Dia sangat sederhana hidupnya, bukan karena miskin. Wilayahnya terbentang di 1/3 dunia. Pernah dia harus mengganti lampu penerang dari lampu besara milik negara menjadi lampu kecil miliknya karena yang datang berkunjung bukan tamu negara tapi untuk kepentingan pribadi. Bahkan pada jamannya (kalau tidak salah dia berkuasa cuma 4 tahunan) mencari orang miskin di negerinya saja susah. Karena sikap adil yang dibuatnya. Dan adil itu dimulai dari dirinya sendiri, dimulai dari gaya dan pola hidupnya.Sepanjang keteladanan itu ada pada sosok pemimpin, niscaya tak akan ada gejolak pada yang dipimpin.Cobalah, seandainya presiden itu tinggal di gubuk reyot bersama dengan rakyat, akan lain nuansanya, akan lain sikap dia maupun rakyatnya. Bisakah cara ini dilakukan? Bisa, jawabnya.Rasulullah Muhammad contohnya, rumahnya hanya gubuk kecil cuma terdiri dari satu ruang, tanpa kasur empuk hanya pelepah kurma yang disusun. Miskinkah beliau? Tidak. Karena ketika menikah dengan Khadijah saja mas kawinnya adalah 100 unta (yg klo dikonversi dg uang saat ini hampir bernilai 500 juta). Itu pilihan hidupnya.

  13. 1. Demo itu keren (bisa dibilang pahlawan)2. Demo itu tidak perlu keahlian khusus. kita hanya ikut rombongan dan ikut teriak2 meski ga tahu apa yang diteriakan.yang ada jalanan tambah macet. Ngamuk2 ga jelas. kayaknya jalan milik “mereka” sendiri. apa itu maksud demokrasi??

  14. jadi inget jaman SMA wkt ngedemo kepsek yg korupsi, hehehe.. sy siy ga tau apa2 sebenernya, cuman ikut2an aja yang penting kegiatan belajar off. :p

  15. hari ini mahasiswa mungkin tidak merasa bangga menyandang gelar aktivis di pundaknya.Lingkungan mereka yang mayoritas hedonis membuat mereka seolah apatis.salam

  16. @ ria: ga tau tuh mbak… saya pikir juga udah ga jaman..hehhehe@ asmus: hayah…hehehe sb nya ada kok mas asmus…di ‘macam2’ =p@Mas Agus Cuprit: memang bener, bisa dibilang bom waktu…tapi kan taun 90-an udah meledak…hehehe@Kelepon: iyah@peri cahaya: ck ck ck…@antown: kalo tuntutannya irasional (beda hal dengan menuntut soeharto untuk turun) memang harusnya mereka tidak perlu terlalu merasa bangga 😉


Leave a reply to Ajeng Cancel reply